Pernikahan merupakan saat yang istimewa bagi semua orang. Karena, momen itu dianggap sebagai awal episode baru di dalam hidup. Maka dari itu, semua yang berkaitan pada hari yang sakral itupun haruslah istimewa,. Termasuk baju yang dikenakan. Pada saat itu, kedua mempelai berperan layaknya pangeran dan putri kerajaan. Meski, (kebanyakan) hanya sehari.
Dan, memang, meski model baju pengantin terus berkembang dari masa ke masa, tetapi konsepnya memang meniru busana kaum bangsawan setempat. Seperti para pengantin di pulau Jawa. Tanpa melihat status sosialnya, para pengantin berdandan ala keluarga keraton.
Mempelai wanita, yang mungkin kesehariannya hanya memakai kain lusuh, ketika tiba di hari istimewanya tersebut akan berkebaya dan bersanggul seperti seorang putri raja. Demikian juga dengan mempelai pria, yang (mungkin) kesehariannya memakai celana usang, ketika di pelaminan akan mengenakan blangkon dengan keris terselip di pinggang, layaknya seorang putra mahkota.
Semua model busana pengantin di setiap masyarakat dipengaruhi oleh agama dan budaya setempat. Tetapi, sebenarnya, dari sekian banyak model busana pengantin, yang paling populer adalah busana pengantin ala masyarakat barat. Mempelai pria mengenakan setelan jas lengkap, sedangkan mempelai wanita mengenakan gaun putih khas putri kerajaan Inggris.
Dibanding model busana pengantin pria, busana pengantin wanita terus berkembang dan mengalami perubahan. Warna putih menjadi warna favorit untuk gaun pengantin wanita. Hal ini berasal saat Ratu Victoria menikah dengan Pangeran Albert, pada tahun 1840. Saat itu, ia mengenakan gaun putih dengan rancangan yang sangat cantik, sehingga membuat para wanita bermimpi untuk mengenakan pakaian serupa saat menikah.
Seiring bergulirnya waktu, gaun model putri Inggris ini pun terus berubah mengikuti perkembangan zaman. Warna putih tetap menjadi warna favorit, sementara warna-warna lain tetap memiliki penggemarnya di kalangan tertentu.
Budaya Barat sendiri masih memiliki kepercayaan tentang adanya hubungan antara warna gaun pengantin dengan kehidupan rumah tangga. Menurut kepercayaan itu, hanya warna putih yang melambangkan segala jenis kebaikan. Dengan warna perlambang kesucian itu, saat berada di pelaminan, mempelai berharap akan dikelilingi oleh peri-peri cinta yang datang dari surga.
Setelah era Victoria, tiap dasawarsa biasanya muncul model baru untuk gaun pengantin. Sekitar tahun 1870-an, model gaun Victoria berkembang dengan 2 ciri khas, yaitu cadar dan buntut yang dibiarkan menyapu lantai saat mempelai wanita berjalan. Di samping melambangkan kesucian, cadar juga dipercaya untuk melindungi mempelai wanita dari spirit negatif.
Salah satu ciri gaun pengantin wanita yang tak berubah dari masa ke masa adalah bunga. Selain untuk keindahan, alasan lainnya adalah bunga juga dipercaya sebagai simbol cinta dan kesuburan. Pada zaman Romawi kuno, bunga juga dipakai sebagai alat untuk mengusir kekuatan jahat. Maka, tak mengherankan pula, jika mereka memasukkan siung bawang yang baunya langu di antara rangkaian bunga-bunga yang indah dan wangi itu.
Fungsi utama gaun pengantin adalah untuk membuat mempelai wanita tampak jauh lebih memesona dari biasanya. Bagaimanapun modelnya, gaun pengantin tetap memiliki fungsi ini. Fungsi ini sangatlah penting sebagai busana di hari istimewa. Saking pentingnya fungsi ini, terkadang unsur kenyamanan dinomorduakan.
Untuk tampil cantik luar biasa, tak jarang membuat mempelai wanita kesulitan berjalan ataupun tidak leluasa bergerak. Bagi mereka, hal itu tak mengapa asalkan mereka dapat tampil cantik jelita luar biasa. Karena, hari itu merupakan hari yang sangat istimewa. Kemungkinan besar sesuai harapan, hanya bakal terjadi sekali seumur hidup. Oleh karenanya, sebisa mungkin, mereka ingin kecantikannya dapat membuat para undangan berdecak kagum dan meninggalkan kesan sepanjang masa.
Sumber : Intisari, September 2006