Banyak orang mengatakan bahwa tidak perlu malu menjadi orang miskin. Pandangan ini memang benar, tetapi tidak 100%.
Pandangan ini ditujukan agar rasa rendah diri seseorang yang berada dalam kemiskinan tidak down. Dengan begitu ia tidak merasa rendah diri dan harus merendahkan dirinya di hadapan orang lain. Bagaimanapun jalan hidup setiap orang berbeda.
Sayangnya, kerap juga pandangan ini diinterpretasikan berbeda dan menjadi berbahaya. Seseorang yang 100% berpikir bahwa tidak masalah menjadi orang miskin cenderung akan menjadi nrimo dengan kondisinya. Semangat juangnya untuk memperbaiki kehidupannya tidak tinggi. Ia bisa tidak mau berusaha merubah keidupannya.
Pada akhirnya ia bisa terus-terusan terjebak dalam lumpur kemiskinan karena berpikiran bahwa menjadi miskin itu “baik”.
Padahal sebenarnya tidak demikian. Menjadi miskin memang bukan sebuah masalah, tetapi hal itu akan membatasi ruang gerak seseorang. Ia tidak bisa memenuhi keinginannya, tidak bisa membantu orang lain, dan banyak hal lagi yang tidak bisa dilakukannya.
Oleh karena itu, pandangan “jangan malu menjadi orang miskin” perlu diimbangi dengan perasaan malu menjadi orang miskin.
Dengan demikian, ia akan
- bekerja lebih keras agar bisa keluar dari kemiskinan dan dengan begitu kehidupannya akan menjadi lebih baik dari sebelumnya
- terdorong untuk terus berusaha memperbaiki taraf hidupnya karena tidak ingin dipandang rendah oleh orang lain
- termotivasi untuk berjuang sekuat tenaga agar tidak perlu bergantung pada belas kasihan orang lain
- terus berpikir untuk menemukan solusi agar bisa mengentaskan diri dari kemiskinan
Intinya, seorang miskin tidak perlu merasa rendah diri dengan kondisinya saat ini, tetapi di sisi lain, ia tidak boleh menerima begitu saja situasi tersebut. Ia harus “malu” dan berusaha merubah nasibnya.
Iya kan?