Kode Pos, Kode yang Tak Akan Salah Alamat

Pernah nyasar ketika mencari alamat rumah seseorang?..Saya, mah, sering. 😀


Tapi, ya, ga malu-malu amat, lha..Karena, katanya, tersesat atau nyasar ketika mencari alamat rumah seseorang itu pernah dialami oleh banyak orang di dunia ini. Tapi, sejak diberlakukan kode pos, segala urusan mencari-cari alamat agak sedikit lebih lancar.

Kode Pos, Kode yang Tak Akan Salah Alamat

Pada awalnya, tujuan penerapan kode pos bukanlah semata-mata hanya untuk mempermudah dalam pencarian alamat rumah seseorang. Tapi, untuk mempermudah urusan pekerjaan menyortir surat-surat di kantor pos. Sistem kode pos pertama kali diterapkan di Jerman pada tahun 1941. Kemudian, Inggris menyusul pada tahun 1959, dan di Amerika Serikat pada tahun 1963. Katanya, sekarang, sudah ada 117 negara yang berkode pos dari 190 anggota Organisasi Pos Sedunia.

Umumnya, kode pos dibuat berupa deretan angka, huruf, atau karaktee tertentu yang berjumlah 4-8 digit. Susunan digit tertentu biasanya merujuk pada satuan wilayah geografis, seperti kelurahan, perusahaan, kompleks perumahan, apartemen, atau instansi pemerintah yang volume surat menyuratnya cukup tinggi.

Tetapi, kode pos dirasa belum cukup aman diterapkan dalam satu negara tanpa memperhitungkan negara lainnya. Seiring era globalisasi, kode pos juga kemudian disesuaikan dengan kode-kode internasional yang ada.

Seperti di Eropa yang negaranya berdekatan dan memiliki bentuk kode pos yang sama, harus menambahkan kode dari License Plate Codes, yang sebenarnya merupakan kode untuk kendaraan bermotor. Contohnya, ‘D’ untuk Jerman atau ‘I’ untuk Italia.

Beberapa waktu kemudian, negara-negara tertentu juga merasa harus menambah jumlah karakter kode pos agar semakin mudah untuk dikategorikan. Pada tahun 1983, Amerika memperkenalkan sistem baru, ZIP+4, di mana kode pos yang ada ditambah lagi 4 karakter yang merupakan kode blok dari alamat. Demikian pula Jepang, yang merasa perlu menambah 2 digit lagi pada tahun 1998, sehingga menjadi 7 digit.

Sementara, di Indonesia sendiri, sejak pertama memakai kode pos pada tahun 1980-an sampai saat ini, sudah merasa cukup dengan 5 angka saja. Dua digit pertama menunjukkan kotamadya atau kabupaten, seperti ’12’ untuk Jakarta Selatan, atau ’50’ untuk Semarang.

Dan, ternyata, di zaman yang sudah serba internet dan telepon seluler seperti sekarang ini, di mana aktivitas surat menyurat sudah jauh berkurang, kode pos masih saja diperlukan. Buktinya, jika kita mengisi alamat rumah saat mendaftar internet, alamat yang disertai kode pos harus tetap diisi. Tujuannya agar pengguna internet dapat diketahui keberadaannya secara fisik meski berhubungan di dunia maya.

Nah, makanya, kalau mau ‘mengode’ gebetan, gunakanlah ‘kode pos’. Karena, sudah tentu, kodemu tak ‘kan ‘salah alamat’. 😀

Sumber : Intisari, 2006

Website | + posts