“Perlakukanlah orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan”, begitu sebuah twit dari Adie MS, sang musisi Indonesia terkenal.
Perlakukanlah orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
— ADDIE MS (@addiems) March 9, 2020
Pepatah sederhana yang entah kapan lahirnya. Bukan sebuah hal yang baru karena sudah disampaikan dari generasi ke generasi.
Sayangnya, sampai sekarang banyak yang lupa.
Coba saja lihat di media sosial, banyak sekali orang nyinyir dan memaki orang lain, tetapi menjadi marah besar ketika ada netizen lain memaki dirinya.
Lihat juga di jalanan, banyak pengendara memaki pengendara lain karena menerobos lampu merah, padahal ia sendiri melakukan hal yang sama. Mereka saling mengklakson satu dengan yang lain.
Pemotor marah kepada pengendara mobil saat mereka hendak keluar dari area trotoar dan terhalang oleh si mobil. Mereka tidak menyadari bahwa berkendara di trotoar merupakan bentuk perampasan hak pejalan kaki.
Yang juga ironis, seorang penggiat lingkungan, tetapi kemana-mana memakai mobil pribadi dan kerap isinya hanya satu orang saja. Mereka meminta orang lain lebih ramah lingkungan dan naik kendaraan umum, sementara ia bernyaman ria serta tidak peduli bahwa mobilnya mengotori udara.
Banyak sekali tindakan kita yang tidak sesuai dengan pepatah sederhana tadi.
Seringnya kita meminta orang lain untuk memperlakukan kita sebaik mungkin, tetapi kita sendiri tidak mau memberikan hal yang sama kepada orang lain.
Ironis memang.
Manusia memang cenderung egois. Mereka akan meminta orang lain memperlakukan mereka dengan baik, tetapi kerap lupa saat kita memperlakukan orang lain. Tidak mau dirugikan, tetapi tidak masalah menyebabkan kerugian bagi orang lain.
Padahal, yang seperti itu tidak sesuai dengan pepatah tadi dan menunjukkan keegoisan dirinya sendiri.
Oleh karena itu, para orangtua bijak di masa lalu, yang salah satunya menciptakan pepatah ini, selalu mengajarkan bahwa lihat ke diri sendiri dulu, sebelum melakukan tindakan atau mengeluarkan ucapan.
Dengan begitu kita bisa melakukan introspeksi diri dulu sebelum berkata atau bertindak.
Mengajak kita berpikir, bahwa kalau kita hendak menuntut orang melakukan sesuatu, sudahkah kita melakukan hal itu juga?
Kalau belum, sebaiknya tidak perlu dilanjutkan.
Mulai dari diri sendiri, sebelum meminta orang lain melakukannya.