Stasiun Gondangdia |
Seru. Walau belum pasti terealisasi karena masih dua tahun lagi, rencana Stasiun Gambir tidak lagi melayani kereta api jarak jauh pada tahun 2021 sudah menimbulkan reaksi pro dan kontra. Kebanyakan yang ditayangkan oleh media adalah mereka yang merasa keberatan dengan rencana ini.
Bahkan, Menteri ESDM, yang mantan Dirut PT KAI di masa lalu, Ignatius Jonan sampai angkat bicara dan menyebutkan bahwa rencana ini merupakan sebuah kesalahan.
Cuma, saya pikir ada ribuan bahkan puluhan ribu orang yang sebenarnya sangat berkepentingan dengan hal ini justru memilih diam dan tidak bersuara.
Mereka adalah para komuter, anker (anak kereta), yang sehari-hari menggunakan jasa Commuter Line atau KRL Jabodetabek, terutama yang menggunakan relasi ke arah Stasiun Jakarta Kota. Hampir pasti, setiap hari kehidupan mereka terkait dengan penggunaan Stasiun Gambir untuk kereta jarak jauh.
Dan, walau tidak pernah melakukan survey, saya cukup yakin bahwa mayoritas dari mereka akan merasa senang sekali mendengar rencana ini.
Bukan apa-apa, selama ini Stasiun Gambir adalah salah satu bottleneck yang menyebabkan banyak kekesalan hadir dalam kehidupan seorang komuter. Prioritas perjalanan kereta yang memakai jalur antara Stasiun Kota sampai Manggarai selalu memberikan prioritas untuk kereta jarak jauh.
Tidak peduli sebuah Commuter Line sudah berada di depan stasiun dekat Monas itu, kalau ada kereta jarak jauh yang belum berangkat, meski sudah terlambat, para penumpang CL harus berlapang dada karena harus menanti sang kereta jarak jauh berangkat dulu.
Imbasnya , CL terlambat 20-30 menit itu sebuah hal yang rutin terjadi. Para penumpang yang menunggu kedatangannya tidak jarang mengumpat menghadapi kenyataan itu.
Bagaimana tidak? Seringkali announcer di stasiun Gondangdia menyebutkan bahwa CL arah Bogor menunggu pergantian jalur masuk stasiun Gambir pukul 17.05. Tetapi, yang muncul seringnya adalah 2 kereta jarak jauh dulu. Sang CL terkadang baru muncul pukul 17.30-17.35 karena harus menunggu.
Bisa bayangkan berdiri 30 menit di sebuah stasiun yang tidak ada tempat duduknya.
Padahal, sebenarnya perjalanan dari mulut stasiun Gambir ke stasiun berikutnya, Juanda dan Gondangdia, hanya akan makan waktu 3 menit saja. Tidak lama. Tetapi, menjadi sangat lama karena prioritas yang diberikan kepada kereta jarak jauh. Commuter Line harus mengalah.
Tidak heran banyak komuter yang berpikiran bahwa PT KAI tidak lagi merupakan sebuah BUMN jasa yang memberikan pelayanan kepada masyarakat, tetapi sebagai perusahaan pengejar profit saja. Yang bayar lebih didahulukan.
Karena, itulah kenyataan yang terjadi setiap hari. Mereka yang menggunakan kereta jarak jauh dari Gambir biasanya kelas eksekutif dan bisnis yang mau membayar lebih. Jadi, mereka harus didahulukan dibandingkan komuter yang hanya membayar 5000-7000 perak saja.
Itu perasaan para komuter yang kerap sebal dan memaki melihat kereta jarak jauh lewat di hadapan mata. Padahal meeka sudah pegal menanti CL yang sudah di mulut stasiun tapi tidak boleh lewat.
Jadi, kalau memang Gambir tidak lagi melayani kereta jarak jauh, hal itu adalah sebuah kabar baik, bagi para komuter termasuk saya. Perjalanan tentunya bisa semakin lancar karena tidak ada “gangguan” yang menghalangi perjalanan sang Commuter Line di Gambir.
Tidak ada lagi hambatan, setidaknya antara Stasiun Kota – Manggarai.
Harapannya, tentu waktu tunggu, berdiri, dan pulang pergi akan semakin pendek juga. Tidak seperti sekarang karena sistem prioritas KAI seperti ini yang membuang waktu banyak orang.
Apapaun yang sang Jonan katakan, bagi saya, seorang komuter, rencana ini jelas saya sambut dengan gembira. Dan, saya tidak peduli apa yang dikatakan mantan dirut KAI itu karena dia tidak pernah merasakan pegalnya kaki dan rasa sebal karena harus menunggu lama di stasiun Gondangdia.