Iuran RT adalah jenis pungutan yang dilakukan oleh pengurus Rukun Tetangga dari warga yang bertempat tinggal di wilayahnya.
Meskipun nilainya biasanya tidak besar, walau bisa juga besar, kerap menjadi perdebatan tidak henti dan tidak jarang menimbulkan pandangan sinis dari warga terhadap pengurus RT-nya. Tidak sedikit yang mempermasalahkan keabsahan pengurus sebuah RT untuk melakukan pungutan iuran itu.
Padahal, sebenarnya, kalau warga rajin membaca dan mencari hal tersebut tidaklah perlu dipermasalahkan karena secara hukum yang namanya iuran RT adalah legal. Hal itu karena ada peraturan yang dikeluarkan sebagai landasan hukumnya, yaitu
- Pasal 28 Permendagri no 5 tahun 2007 (tentang LKD-Lembaga Kemasyarakatan Desa yang tergabung dalm sebuah desa)
- Pasal 29 Permendagri no 5 tahun 2007 (tentang LKD-Lembaga Kemasyarakatan Desa yang tergabung dalam sebuah kelurahan)
Dalam aturan itu disebutkan bahwa untuk dana untuk menjalankan roda kepengurusan RT dapat berasal dari
- Bantuan Pemerintah, baik propinsi, atau kabupaten/kota
- Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah
- Bantuan lain yang tidak mengikat
Masalahnya untuk yang nomor 1 dan nomor 2, tidak semua pemerintah daerah menyediakan dana yang cukup. Terkadang yang ada hanyalah bantuan operasional sebesar Rp. 300.000 per 6 bulan, seperti yang didapat selama ini di wilayah Kota Bogor.
Nilai tersebut jauh dari mencukupi, bahkan cenderung sangat kurang bahkan untuk sekedar membeli peralatan tulis menulis di masa sekarang.
Jadi, sumber dana yang biasa dipakai pengurus RT adalah yang bersifat swadaya alias berasal dari lingkungan masyarakat sendiri. Istilahnya dari warga, oleh warga, dan untuk warga.
Iuran tersebut biasanya diputuskan dalam Musyawarah Warga termasuk besarannya, yang memperhatikan kemampuan semua yang tinggal di wilayah tersebut. Oleh karena itu tidak heran kalau besaran iuran RT berbeda dari satu RT dengan yang lain, bahkan bila bersebelahan sekalipun.
Iuran ini biasanya dipungut setiap bulang dan diserahkan kepada bendahara.
Penggunaannya sendiri beragam tergantung pada kebutuhan, contohnya
a. Pembelian alat-alat tulis dan kertas
b. biaya fotokopi
c. biaya perbaikan selokan
d. gaji petugas keamanan dan kebersihan
e. biaya perawatan taman
f. iuran RW (Rukun Warga)
g. sumbangan kematian
h. dan sebagainya
Biasanya peraturan penggunaan iuran RT juga sudah disetujui dalm musyawarah warga. Pengurus RT hanya menggunakan sesuai aturan main yang sudah ditetapkan.
Apakah gaji/upah pengurus RT termasuk dalam iuran? Tergantung pada kesepakatan, tetapi kebanyakan pengurus RT tidak mendapatkan gaji atau upah apapun. Menjadi pengurus RT adalah kerja sosial (mungkin kecuali di DKI Jakarta yang digaji).
Tidak jarang bahkan untuk menutupi biaya operasional RT, banyak pengurus RT merogoh koceknya sendiri. Anggapannya sebagai sumbangn bagi masyarakat (padahal sudah membayar iuran juga).
Oleh karena itu tidak heran, hampir tidak ada yang mau menjadi pengurus RT. Sudah capek, dinyinyiri, dikomplain. Termasuk dalam hal iuran RT ini. Seperti yang saya rasakan selama kurang lebih 9 tahun secara total.