Mengapa Baju Dengan Desain dan Warna Yang Sama, Harganya Bisa Berbeda?

Mengapa baju Dengan Desain dan Warna Yang Sama Harganya Bisa Berbeda

“Iya apaan disana harganya mahal. Mendingan beli di Bogor saja, ada yang sama tapi harganya lebih murah banyak!” Begitulah celetukan seorang tetangga beberapa hari yang lalu sekembalinya dari piknik ke Cirebon. Ia berbicara tentang Batik Trusmi, yang merupakan trademark dari pengusaha mudah sukses Sally Giovanni.

Ia merasa bahwa batik yang ditawarkan di beberapa toko di Kota Udang itu terlalu mahal dan membandingkannya dengan batik yang sering ditemukan di Pasar Anyar Bogor yang jauh lebih murah.

Salah satu celetukan biasa di kalangan ibu-ibu kalau mereka berbelanja. Biasanya mereka akan membandingkan siapa yang bisa mendapatkan harga termurah untuk jenis barang yang “sama”. kompetisi di kalangan cewek memang sepertinya tidak pernah usai dan di dalam berbagai hal.

Tetapi, saya pikir ada salah kaprah yang sangat dalam tentang hal ini.

Banyak ibu-ibu sebenarnya melakukan perbandingan yang tidak apple to apple, alias perbandingan yang tidak sepadan atau sebenarnya tidak seharusnya diperbandingkan.

Kok bisa demikian? Ya karena meskipun terlihat sama, sebenarnya belum tentu sama. Dalam hal ini, saya berbicara tentang baju dengan desain dan warna yang sama, sebenarnya belum tentu benda yang sama. Padahal, yang seperti ini kerap dijadikan dasar bagi ibu-ibu untuk bernegosiasi dengan penjual.

Ucapan-ucapan seperti :

di toko A sama persis kok desain dan warnanya, kok disana lebih murah?

– Ahh, lebih baik beli di toko C saja, saya lihat ada baju yang motif dan warnanya sama tapi tidak semahal ini

Celetukan-celetukan seperti ini umum, dan dianggap benar, tetapi sebenarnya tidak.

Dua buah baju yang model, desain, motif, dan warnanya sama tidak berarti harus sama harganya. Keduanya bisa saja berbeda harganya karena model, desain, motif, atau warna bukanlah penentu dari harga.

Yang menentukan itu adalah jenis bahannya.

Baju yang berbahan 100% katun biasanya akan lebih mahal daripada yang berbahan TC atau CVC. Hampir pasti itu karena harga katun memang lebih mahal daripada kedua jenis bahan yang lain.

Jadi, argumen karena desain dan warna sama berarti harus sama harganya sama sekali tidak sahih dan sebenarnya menunjukkan ketidaktahuan pembeli tentang hal itu.

Begitu juga dalam kasus Batik Trusmi yang terasa mahal dibandingkan dengan batik yang ada di pasar. Hal itu normal saja. Bisa jadi karena batik Trusmi dibuat di atas katun dan dilakukan dengan teknik cap, sedangkan “batik” yang ada di pasar bisa jadi berbahan dasar TC dan prosesnya diprinting, hanya memakai desain batik.

Padahal, keduanya jelas berbeda kualitas dan bahannya.

Kasihan penjual mereka akan selalu rugi kalau menuruti kemauan pembeli. Bisa bangkrut mereka. Di sisi lain, pembeli bisa ditertawakan penjual dan dianggap bodoh karena mengeluarkan celetukan seperti itu.

Jadi, ada bagusnya sebelum Anda menawar, sebuah baju, coba lihat dulu labelnya, apakah terbuat dari katun 100% atau bahan lain, seperti TC. Barulah kemudian mulai menawar dan mempertimbangkan. Jangan lah cuma nyeletuk dan memakai logika yang salah dengan sekedar memakai kesamaan motif dan warna sebagai dasar penawaran.

Minimal dengan mengetahui hal ini, kita bisa terhindarkan dari rasa malu.

+ posts