[Sombong Memang] Menolak Duduk di Bangku Prioritas

[Sombong Memang] Menolak Duduk di Bangku Prioritas

Bolehlah kalau mau disebut sombong atau sok kuat, tetapi saya menolak untuk duduk di bangku prioritas yang ada di Commuter Line. Hari ini pun, saya menolak tawaran seperti itu lagi dalam perjalanan pulang dari kantor.

Memang menggoda tawaran itu. Apalagi setelah hari melelahkan di kantor dan pekerjaan menumpuk. Ditambah dengan luka di tangan yang masih terasa cenat cenut akibat infeksi yang belum sembuh 100%. Tawaran itu menggiurkan sekali karena pastinya akan terasa nyaman dan kaki yang sudah pegal bisa sedikit dilemaskan.

Tetapi, seperti biasa, semua itu tidak akan membuat saya mau menerima tawaran untuk menduduki bangku prioritas di kendaraan umum.

Alasannya sederhana. Di dekat bangku prioritas ada sticker yang menjelaskan siapa yang paling berhak mendudukinya, yaitu :

  1. Ibu hamil/mengandung
  2. Orang cacat
  3. Orang lanjut usia
  4. Ibu yang membawa anak balita

Itulah keempat kategori orang yang “berhak” menduduki bangku prioritas. Banyak yang berkilah kalau kata prioritas berarti kalau tidak ada kategori itu ya pergunakan saja.

Sayangnya, saya pernah melihat di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, yang kebetulan pernah saya kunjungi, di transportasi publik, kursi prioritas seperti ini akan tetap kosong walaupun kereta sedang penuh. Tidak ada penumpang yang mau mendudukinya dan mereka memilih berdiri.

Dan saya mengerti sekali alasannya.

Alasan itu adalah karena saya tidak termasuk dalam kategori yang termasuk boleh duduk di bangku prioritas. Saya tidak hamil (kalau hamil bakalan heran semua, karena saya pria), saya tidak cacat, saya belum lanjut usia (baru 47 tahun), dan saya tidak membawa balita.

Jadi, bagaimanapun, saya tidak termasuk golongan yang boleh mendudukinya.

Sebuah hal kecil saja, tetapi sebenarnya menunjukkan banyak hal. Dalam hal ini adalah kejujuran untuk tidak menggunakan sesuatu yang bukan haknya. Kalau memang tidak termasuk kategori yang diperkenankan tetapi tetap duduk, berarti hal itu merampas hak orang lain. Iya kan.

Terlihat biasa, tetapi mencerminkan seberapa jauh kita sebagai manusia/masyarakat yang beradad.  Salah satu tolok ukur masyarakat yang sudah beradab adalah tentang kepatuhan masyarakatnya kepada aturan, baik tertulis atau tidak tertulis. Pada, bangku prioritas selalu terdapat sticker kategori yang berhak menduduki, itu adalah sebuah aturan, dan kalau saya melanggarnya berarti saya bukanlah orang yang beradab.

Senangnya, belakangan ini, banyak sekali orang yang juga melakukan hal yang sama. Mereka sejak stasiun awal memilih berdiri meskipun bangku priortas kosong melompong. Sebuah cermin bahwa masyarakat pengguna jasa transportasi umum di Indonesia mulai melangkah lebih maju, menjadi sebuah masyarakat yang beradab.

Dan, saya pun tidak ingin menjadi orang tidak beradab. Lebih baik pegal kaki daripada harus disebut orang biadab dan tidak tahu aturan.

Entah kalau Anda.

Author