Pemilihan RT Bisa Dibuat Unik Dan Menarik

Pemilihan RT Bisa Dibuat Unik Dan Menarik

Sudah biasa, yang namanya segala sesuatu dengan kata depan “Pemilihan”, baik itu pemilihan presiden, Kepala Desa, sampai ke pemilihan Miss Universe diadakan dalam bentuk yang formal dan resmi. Kaku dan formal.

Itulah mengapa seringkali masyarakat malas untuk, jangankan hadir, menonton saja kalau tidak dipaksa.

Sebenarnya tidak seharusnya begitu. Ok-lah kalau pemilihan presiden atau tingkat kepala daerah, seperti walikota atau bupati, acaranya dibuat resmi. Maklum juga kadang terikat aturan protokoler.

Tetapi, kalau pemilihan RT/RW? Kenapa juga harus dibuat sedemikian resmi dan penuh hal-hal formal. Kenapa tidak langsung saja disesuaikan dengan tujuan dari keberadaan RT (Rukun Tetangga) dan RW Rukun Warga), yaitu menciptakan kerukunan antar manusia-manusia yang tinggal dalam lingkungan yang sama.

Acara formal hanya akan menghasilkan sesuatu yang bersifat basa-basi dan tidak menciptakan kerukunan sebenarnya. Lalu, mengapa harus tetap dijalankan?

Mengapa Pemilihan RT atau RW tidak bisa dibuat menjadi unik dan bisa memancing ketertarikan warga untuk hadir dan terlibat di dalamnya? Bukankah itu, acara itu adalah saat yang tepat untuk memulai dan mengakhiri sebuah periode kepemimpinan di lingkungan RT/RW?

Pemikiran itulah yang membuat tim kecil panitia Pemilihan RT di RT 08 RW 09, Bukit Cimanggu City, Kel. Mekar Wangi, Kec. Tanah Sareal, Kota Bogor memutuskan untuk setidaknya membuat acara yang berbeda.

Bedanya pun sederhana saja. Tidak memanggil organ tunggal atau acara lainnya, tetapi dalam pakaian dan tim pelaksananya saja.

Para calon, terutama yang pria harus memakai sarung. Kemudian, kesemua calon harus memakai kacamata hitam, cengdem (seceng adem). Bukan supaya terlihat keren, justru supaya terlihat seperti tukang pijat keliling.

Tujuannya hanya sekedar agar tidak terlihat resmi.

Pelaksananya pun dilakukan bukan oleh orang tua. Tanggung jawab itu diserahkan kepada para pemuda, yang kebanyakan masih duduk di SMA dan SMP. Tentu, tetap dengan pengawasan tim dewasa.

Hasilnya, acara yang biasanya formal dan penuh basa basi sudah dipenuhi dengan gelak tawa sejak awalnya melihat tingkah laku para calon Ketua RT-nya. Lebih lucu lagi, ketika para pemuda yang masih demam panggung harus menjalankan acaranya.

Banyak kelakuan yang mengundang gelak tawa hadir tanpa disengaja dilakukan oleh anak-anak tersebut. Maklum saja, mereka belum pernah merasakan berbicara dan tampil di hadapan orang-orang dewasa dan tentunya belum tahu betul caranya. Jadi, tidak heran kalau terkadang mereka agak gentar untuk maju.

Justru semua itulah yang mengundang ketertarikan warga untuk hadir dan ikut serta. Mereka juga bisa merasakan suasana akrab dan ceria.

Jadi, kenapa pemilihan RT dan RW harus mengikuti gaya resmi di Istana atau Balai Kota? Mengapa tidak buat gaya sendiri yang lebih kekeluargaan. Tidak ada aturan yang mengharuskan harus seperti apa acaranya. Lalu, mengapa harus sekedar menjiplak atau mengkopi?

Buatlah versi pemilihan RT atau RW versi lingkunganmu sendiri. Jalani dan nikmati. Pada akhirnya, yang seperti itu akan membantu terbentuknya lingkungan bersuasana kekeluargaan.

+ posts