Mungkin hanya selera, tetapi memotret sekedar pemandangan yang indah saja terkadang tidak membuat kepuasan hadir di dalam hati. Rasanya ada yang kurang.
Bagi saya sebuah foto kalau bisa harus selalu ada unsur manusianya. Sekecil apapun, kehadiran sosok manusia penting, setidaknya itu kata otak saya, si penggemar genre human interest dan fotografi jalanan.
Bak sayur tanpa garam sebuah foto kalau tidak ada unsur manusia.
Itulah mengapa, setiap berburu momen di jalanan, mata sering jelalatan kesana kemari. Selain mencari background yang bagus, juga sekaligus mencari “obyek” penyempurna foto yang saya mau, manusia.
Ternyata tidak mudah karena yang lalu lalang bukan orang yang kita kenal.
Ada ketakutan, dulu sih pada awalnya, bahwa mereka akan marah kalau kita secara sembunyi-sembunyi memotret mereka. Tetapi, tidak lagi sekarang, setelah beberapa tahun menekuni fotografi jalanan, saya menemukan bahwa orang Indonesia termasuk ramah dalam urusan ini.
Mereka tidak terlalu masalah kalau dirinya dijadikan obyek foto. Bahkan, tidak jarang ketika mereka tahu bahwa lensa kamera mengarah kepadanya, mereka tidak segan bergaya. Ada juga yang bahkan minta dipotret lagi.
Yah, saya senang saja kalau begitu.
Salah satu hasil memanfaatkan orang tak dikenal sebagai obyek foto ada di atas. Foto ini diambil di Kebun Raya Bogor dekat Kolam Gunting.
Pemandangan belakangnya memang indah dan kerap dijadikan latar belakang berfoto. Yang kurang, hanya sosok manusianya. Walau kolam itu sendiri terkenal angker dan ada penunggunya (noni Belanda), saya tidak berharap ia yang menjadi “pelengkap”.
Untungnya, hadir seorang wanita. Ia sibuk berpose kesana kemari dengan seorang pria, yang saya pikir suaminya. Berbagai gaya dicobanya dan sang pria terus memotret dengan smartphonenya. Pria yang baik.
Mencoba memanfaatkan situasi, dengan lensa zoom yang ada, saya memanfaatkan sang wanita sebagai obyek. Lumayan juga hasilnya. Posenya pas sekali dengan latar belakangnya. Keren nda?
Cuma, rupanya saya “tertangkap basah” dan sang wanita memergoki kamera sedang terarah kepadanya.
Hasilnya? Dimarahi?
Tidak.
Ini salah satu hasilnya.
Ia meminta saya memotret dirinya dengan smartphonenya. Pria yang saya pikir suaminya ternyata tidak beda dengan saya, yaitu pengunjung KRB saja. Tidak ada hubungan apa-apa dan ia pergi setelah sesi pemotretan selesai.
Sang wanita kemudian meminta saya memotretnya beberapa kali dari beberapa posisi dan yang terakhir ia melompat pada saat saya sedang membidik.
Jangan tanya namanya, karena terus terang saya tidak tahu, sampai sekarang.
Cuma ingin memberikan bukti saja, bahwa manusia Indonesia zaman now lebih ramah dan akrab, terutama kalau dalam urusan yang terkait dengan kamera.