Ternyata Ada Juga Yang Masih Mau Menggunakan Kayu Bakar

Ternyata Ada Juga Yang Masih Mau Menggunakan Kayu Bakar

Beberapa waktu belakangan ini, masyarakat ribut besar karena sulit sekali menemukan gas melon 3 Kilogram. Di kota hujan, bahkan media sosial sekalipun penuh curhatan dan usaha untuk mencari gas subsidi itu.

Tidak sedikit makian dan cacian dialamatkan kepada pemerintah yang dianggap gagal mensejahterakan rakyatnya. Tidak sedikit yang mengatakan akan memilih presiden baru karena yang sekarang dianggap tidak memperhatikan rakyatnya.

Logika umum, walau tidak selamanya benar. Tetapi, begitulah rakyat. Seberapapun salahnya logika yang dipakai, mereka lah pemilik negeri ini sesungguhnya.

Hal itu mengingatkan saya pada sosok seorang pedagang Bandros, jajanan tradisional khas Bogor yang terbuat dari sagu, di Setu (danau) Cikaret beberapa waktu yang lalu. Pada saat itu kebetulan saya sedang bermain kesana.

Yang membuat saya memperhatikannya, karena saat itu juga sedang krisis gas melon bersubsidi, ia terlihat tidak panik dan khawatir.

Tilik punya tilik ternyata sebabnya cuma satu, ia menggunakan kayu bakar. Tepatnya, bukan kayu bakar benaran dari pohon yang ditebang, tetapi lebih merupakan sisa-sisa bahan bangunan yang tidak terpakai.

Cukup heran juga pada zaman sekarang masih ada yang mau hidup dengan cara hidup di masa lalu yang kuno, kotor, dan tidak praktis. Kebanyakan pedagang di masa kini lebih mengandalkan pada kepraktisan gas melon yang ringkas dan mudah dibawa kemana-mana.

Berbeda dengan kayu bakar yang membutuhkan ruang khusus untuk mengangkutnya.

Tetapi, sebenarnya kalau dipikir lagi, pemakaian kayu bakar untuk jajanan yang ringan seperti ini bisa lebih kebal dan memberi manfaat dalam banyak hal , seperti :

– kebal terhadap fluktuasi harga gas elpiji (yang tentunya akan terus naik di masa datang)

– kebal terhadap kelangkaan suplai (karena ketersediaan sisa kayu bekas pakai lebih banyak dan mudah ditemukan dimana mana)

Hak ini berdampak bagi kelangsungan usaha yang ditekuninya. Ia bisa menekan harga jajanannya menjadi rendah karena biaya bahan bakar yang murah. Ia juga tidak terlalu pusing kalau gas melon tidak tersedia.

Ia menghindarkan diri dari ketergantungan kepada pihak lain, walau dalam hal ini pemerintah yang diwakili warung-warung penjaja gas melon. Ia berdiri sendiri.

Dengan begitu ia bisa menentukan nasibnya sendiri.

Lagipula, ia memberikan sebuah nilai tambah bagi jajanannya sendiri. Bandrosnya terasa lebih unik karena beraroma asap. Sesuatu yang sudah sangat langka di masa sekarang dan cita rasanya menjadi sangat khas.

Tentu saja, tidak berarti saya mendorong semua orang untuk menggunakan kayu bakar karena hal itu juga berdampak buruk pada lingkungan.

Hanya ingin menunjukkan bahwa cara terbaik dalam memecahkan masalah adalah menemukan pemecahannya, berpikir rkeatif. Ada banyak cara lain untuk mengatasi problem, tetapi posting status mengeluh dan memaki-maki tidak pernah menjadi pemecahan yang terbaik dan tidak bahkan tidak memecahkan masalah apapun.

+ posts