Trotoar Untuk Pejalan Kaki? Ah, Masa Sih? Kata Siapa?

Sungguh. Jika ada yang mengatakan bahwa trotoar untuk pejalan kaki, saya hanya bisa bengong dan terheran saja.

Masa sih? (Sambil cengo dan mulut ternganga)

Masalahnya, dalam prakteknya, saya pikir trotoar itu adalah tempat untuk parkir. Coba saja lihat foto di bawah ini yang diambil beberapa menit yang lalu dalam perjalanan pulang.

Lokasi di depan Hotel Cipta, Jalan Wahid Hasyim, Jakarta. Sudah biasa akan selalu ada mobil, berbagai merk, nangkring di atas jalur yang katanya untuk pejalan kaki.

Tidak jarang bahkan pejalan kakinya sendiri harus turun ke jalan aspal karena tidak ada celah untuk bahkan sekedar berjalan miring sekalipun.

Memang dalam Undang-Undang tentang Lalu Lintas secara gamblang disebutkan bahwa trotoar adalah untuk pejalan kaki. Ada sanksi jika terjadi pelanggaran.

Itu kata aturan.

Sayangnya dalam kenyataannya petugas menterjemahkannya lain.

Pemerintah Jakarta sendiri sangat keras terhadap kendaraan yang parkir di bahu jalan. Petugas akan segera mendereknya meski si mobil baru diparkir selama 5 menit saja.

Tetapi….

Para petugas itu tidak akan melakukan apa-apa kalau parkirnya dilakukan di atas trotoar. Bahkan, kalaupun mereka melihatnya, tidak akan ada tindakan yang dilakukan. Biasanya mereka akan pergi begitu saja.

Berapa lamapun mobil terparkir di atas trotoar tidak akan digubris oleh petugas. Seringkali bahkan trotoar menjadi persembunyian di saat petugas DLLAJ melakukan razia parkir liar.

Nah, dengan begitu berarti secara de facto, trotoar memang untuk parkir mobil kan? Buktinya para petugas mendiamkannya.

Jadi, walau secara tertulis, trotoar untuk pejalan kaki, kenyataannya, mayoritas masyarakat Jakarta dan aparat memaklumi pemakaian trtoar sebagai lahan parkir mobil dan motor.

Bukan begiti, kawan pembaca?

+ posts