Mengaduk Rendang Selama 6 Jam Ternyata Membuat Pegal Juga Tetapi Mengajarkan Pada Satu Hal

Rendang, salah satu makanan terlezat di dunia merupakan salah satu kuliner yang sepertinya harus ada di meja makan saat Idul Fitri. Bukan sebuah keharusan sebenarnya, tetapi rasanya tidak lengkap suasana Lebaran tanpa kehadiran masakan yang satu ini, tentu saja harus ditemani dengan ketupat dan opor ayam.

Bukan sebuah makanan yang tidak umum juga karena di rumah makan Padang setiap hari bisa ditemui dan hanya butuh beberapa menit saja untuk mendapatkannya. Angkat telpon, pesan, dan kemudian menunggu karena banyak RM Padang menyediakan jasa pengantaran ke tempat.

Meskipun demikian, suasana lebaran dengan rendang yang dipesan dari RM Padang bukanlah sebuah pilihan. Tidak seru dan rasanya tentu saja berbeda dibandingkan jika dibuat sendiri.

Ternyata, tidak mudah mendapatkan masakan rendang yang mirip dengan yang pernah dirasakan saat masa kecil dahulu, sekitar 30 tahun yang lalu. Memang, dengan adanya panci presto, banyak rendang di masa sekarang bisa dimasak secara cepat. Sayangnya rasanya terkadang jauh dari yang diharapkan dan cita rasanya berbeda dibandingkan yang “dulu”.

Rupanya perbedaan cara memasak rendang masa kini dan masa lalu itulah yang menghasilkan perbedaan rasa.

Rendang masa dulu tidak dimasak dan siap dalam 1-2 jam saja. Butuh banyak proses untuk membuat daging empuk dan pada saat bersamaan bumbu dan santan meresap ke dalam daging. Rupanya hal itu tidak bisa didapatkan secara cepat.

Secara total, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan kuliner berwarna merah kehitaman ini mencapai lebih dari 6 jam, tidak termasuk proses pemotongan daging (dan waktu untuk membelinya di pasar).

Hal itu dikarenakan ada satu proses yang membutuhkan waktu lama, yaitu saat mencampurkan santan ke dalam masakan. Prosesnya tidak bisa sekaligus dan semua harus dilakukan secara bertahap.

Santan harus dituang sedikit pada rendang yang ada di wajan dan kompor dengan api yang kecil. Kemudian rendang harus diaduk perlahan agar bumbu dan santan bisa meresap ke semua potongan daging.

Butuh kesabaran. Membesarkan nyala api memang akan membantu mempercepat habisnya santan, tetapi juga sering menyebabkan “gosong” pada rendang. Mengaduk pun harus perlahan, jika terlalu keras, maka dagingnya bisa menjadi hancur. Tentunya, gosong dan hancur bukanlah hal yang diharapkan.

Bagaimanapun rendang bukan hanya harus enak, tetapi juga harus tampil cantik di meja makan.

Alhasil, maka yang bisa dilakukan adalah mengikuti proses, mengaduk perlahan, memasukkan tiga empat sendok santan setiap penuangan, mengaduk lagi, menunggu sampai santan mendidih dan kemudian berkurang, memasukkan santan lagi, dan terus begitu sampai santan habis dan daging empuk.

Pegal, lumayan. Tidak beda dengan melakukans angkat berat khusus bagian tangan selama setengah jam dengan beban 1 kilogram. Pegal, pasti lah. Ditambah dengan hawa panas berada di depan kompor selama waktu yang lama.

Tetapi, semua itu terbayar ketika menyuapkan potongan rendang dengan ketupat yang diberi kuah opor atau sayur pepaya. Tidak ingat lagi lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkannya. Enak bro & sis.

Rasanya jelas berbeda dengan yang dirasakan di RM Padang atau rendang yang dimasak secara instan.

Coba saja sendiri.

O ya memasak rendang pun mengajarkan saya pada satu hal. Jika ingin mendapatkan hasil maksimal, maka diperlukan ketelatenan dan kesabaran dalam melakukannya. Tidak akan ada hasil yang baik, jika kita ingin selalu serba cepat dan mengandalkan pada mentalitas instan.

+ posts