Berita hari ini, menjelang bulan puasa, penuh dengan kabar buruk. Harga daging sapi naik!
Drastis! Selisih dengan harga sebelumnya sudah melebihi 30-40%.
Kata reporter televisi dengan berapi-api mengabarkan bahwa rakyat menjerit! Ibu-ibu mengeluh dan meminta pemerintah menurunkan harga sesegera mungkin.
Entah rakyat mana yang mengeluh. Entah pula seberapa banya yang menuntut harga daging sapi turun.
Yang pasti saya tidak. Santai saja.
Yah. Kenapa harus ribut dan sewot seperti itu. Daging bukanlah makanan pokok, tidak seperti beras yang kalau hilang memang akan bikin susah hidup rakyat Indonesia yang menu utamanya adalah nasi.
Takut kurang protein?
Tidak mungkinlah. Sejak dahulu sudah disebutkan daging sapi hanyalah salah satu sumber protein hewani. Masih banyak sumber protein lain, seperti daging ayam.
Daging ayam juga naik harganya!
Yo wis. Ganti saja menunya dengan ikan. Sama saja. Bahkan lebih bagus karena biasanya rendah lemak dan kolesterol. Ikan mujaer enak kalau digoreng kering. Gurame mantap dibuat asam manis. Kalau ikan laut banyak Omega 3 untuk kecerdasan otak.
Naik juga! Waduh.
Ya sudahlah. Berarti memang kita belum mampu makan yang sekelas itu. Ganti saja dengan telur. Telur juga sumber protein hewani. Harganya pasti jauh lebih murah
Harganya telur tidak terkontrol juga?
Mau apa lagi. Masih terjangkau kan? Kalau harus berhemat, ganti saja dengan tempe. Protein nabati yang sebenarnya tidak kalah dengan yang lain.
Lagipula, sebentar lagi kita berpuasa. Seharusnya jumlah konsumsi makanan akan berkurang jauh.
Juga percayalah, kalau semua orang Indonesia mengurangi makan daging sapi, permintaan daging sapi akan turun. Otomatis kalau demand atau permintaan turun, harganya akan ikut menyesuaikan lagi.
Jadi, tidak perlu lah terlalu terpengaruh pada berita di televisi. Sudah biasa mereka membuat berita yang bombastis karena semakin jelek sebuah berita, semakin bagus untuk diberitakan. Toh, masih banyak alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan protein tubuh.