Perlukah Membeli Smartphone Baru?

“Saya harus membeli smartphone baru!” Bisa juga versi lainnya “Sudah saatnya mengganti gadget ini dengan gadget itu!”. Dan masih banyak lagi hal-hal sejenis yang terlintas di kepala, terutama saat kita menerima bonus atau mendapat rezeki dadakan dalam jumlah yang lumayan.

Tidak jarang juga sebenarnya, ketika kita mendapatkan struk gaji baru yang sudah dinaikkan, kalimat-kalimat itu sering melintas di kepala

Entah kenapa.

Memang entah kenapa, benda bernama smartphone atau gadget atau juga HP selalu menjadi benda pertama yang harus terpikirkan ketika ada uang berlebih. Tidak jarang walaupun lebihnya sendiri sebenanrya tidak begitu banyak, tetapi benda elektronik yang awalnya untuk berkomunikasi ini, biasanya mendapat perhatian utama setelah sandang dan pangan.

Paling tidak untuk hal itu berlaku untuk banyak orang di Indonesia yang jumlah HP atau smartphonenya bahkan melebihi jumlah penduduknya sendiri. Jumlah penduduk Indonesia, termasuk bayi, suku terasing , orang gila dan orang-orang yang tidak bisa lagi mempergunakan HP/smartphone adalah sekitar 251 juta pada saat ini. Sementara ini jumlah HP/smartphone yang beredar tercatat mencapai 270 juta buah. (Silakan lihat link ini) . Kalau jumlah Smartphonenya sendiri mencapai 55 juta (lihat di sini)

Amazing.

Sekaligus mengherankan mengingat negara ini belumlah menjadi sebuah negara maju, tetapi masih berkubang sejak puluhan tahun lalu dalam kategori “Negara Berkembang”.

Mungkin karena sebagai negara berkembang itulah, masyarakat di Indonesia sangat “peka” dan sangat menaruh minat kepada hal-hal yang berbau tehnologi. Mereka cenderung berpandangan bahwa ke-modern-an, atau kekinian, seseorang bisa diukur dari seberapa canggih dan mahal perangkat smartphone atau gadget yang mereka miliki. Semakin modern dan mahal, maka masyarakat sering memandang si empunya sebagai manusia yang modern.

Smartphone atau gadget sudah mendapat fungsi tambahan. Selain sebagai peralatan komunikasi penunjang kehidupan, menjadi sebuah penanda status.  Tidak akan mengherankan jikalau seorang yang hanya memegang Smartphone Samsung kelas bawah akan begitu kagum memperhatikan penjelasan seorang yang memiliki Iphone 6 atau Samsung Galaxy S6.

Karena sikap dan cara pandang yang seperti itulah, masyarakat di negara ini menjadi sebuah pasar penting dan besar bagi para produsen smartphone. Merk-merk seperti Samsung, Sony, Oppo dan lainnya melakukan perlombaan tak henti untuk mengeluarkan produk terbaru dan “inovasi” termodern untuk menarik minat masyarakat di negara terluas ke-14 ini untuk membeli.

Yang ternyata direspon dengan sangat “positif” oleh khalayak pembeli di Indonesia. Pembicaraan mengenai smartphone merk “AAA” dengan kamera 13 MP (Mega Pixelnya) atau merk “BBB” dengan kaca yang digores dengan pisau pun tidak akan bisa kerap mewarnai pembicaraan keseharian.

Ditingkahi dengan berbagai pesan sponsor alias iklan komersil di layar televisi atau media cetak semakin mendorong keinginan membeli menyala pada banyak orang.

Sebuah perkembangan yang positif? Yah. Tergantung darimana sisi pandang kita. Kalau saya seorang produsen smartphone jelas sangat positif. Pembeli semakin banyak berarti pemasukan dan tentu saja profit alias keuntungan akan semakin besar. Teramat sangat positif dan baik.

Hanya, bagi sebuah masyarakat dengan jumlah orang miskin masih di atas 30 juta dan masyarakat hampir miskin memiliki angka yang hampir mirip, tentu saja hal ini mencengangkan dan agak mengherankan.

Tidak kalah mengherankan pula sebagai sebuah negara dengan peringkat kecepatan internetnya HANYA pada posisi 122 di dunia,  paling tidak ada 55 juta smartphone di Indonesia. Padahal smartphone adalah sebuah perangkat yang bergantung pada internet untuk berfungsi secara maksimal.

Sebuah fenomena yang membingungkan.

Mungkin masyarakat negara ini tidak pernah mengajukan sebuah pertanyaan kepada diri mereka sendiri. Mungkin ya, karena untuk mengetahui motif setiap orang untuk melakukan pembelian itu berbeda.

Pertanyaan itu adalah “Perlukah Membeli Smartphone Baru?”

Perlukah Membeli Smartphone Baru?

Lho. Bukankah membeli smartphone baru menandakan bahwa orang tersebut memang membutuhkan?

Tidak selalu.

Berkaca dari jumlah pemilik HP yang melebihi jumlah penduduk Indonesia tidak selalu pembelian HP atau smartphone atau gadget dilakukan karena kebutuhan. Bila dilihat lagi rasio 1 : 1.8 di DKI Jakarta, dimana berarti setiap orang di ibukota Indonesia ini memiliki 1.8 HP, jelas sekali mengindikasikan banyaknya pembelian HP dilakukan oleh orang yang sudah paling tidak mempunyai 1 buah benda yang sama di tangannya.

Seperti sudah sekilas dijelaskan di awal artikel, ada kemungkinan pembelian dilakukan karena tergoda atau terbuai oleh iklan-iklan produsen. Ada juga yang dilakukan karena ingin terlihat keren dan kekinian oleh orang lain dan masih banyak lagi alasan selain karena “BUTUH”.

Hanya ada dua jenis orang yang benar-benar butuh untuk membeli smartphone atau HP. Kedua jenis ini adalah

1. Orang Yang Belum Punya HP atau Smartphone

Walau tidak memiliki HP atau smartphone tidak berarti kematian bagi seseorang, di zaman dimana informasi sangat dibutuhkan ini, ketiadaan keduanya memang akan memperlambat pergerakan dan mobilitas seseorang. Suka atau tidak suka, itu adalah sebuah tuntutan zaman.

Oleh karena itu, kalau memang belum mempunyai HP atau smartphone, belilah satu. Tidak perlu yang mahal tetapi harus cukup memiliki fitur yang dapat menunjang mobilitas dan pergerakan.

2. Orang Yang HP atau smartphonenya Rusak (dan itu HP atau smartphone satu-satunya)

Kondisi yang membuat seseorang kembali ke no 1.

Bagaimana orang di luar kategori itu? Tidak perlu. O ya , saya mengerti berbagai alasan yang akan diajukan dan dikeluarkan ketika ingin membeli smartphone baru. Biasanya mulai dari terasa lamban, kurang cepat, camera hanya 5 Mega Pixel, tidak ada guerilla glass anti gores, terlalu kecil di tangan, tidak bisa untuk nonton film, dan masih banyak lagi alasan untuk mengganti smartphone yang sudah ada.

Terutama, kalau habis dapat bonus atau kenaikan gaji.

Tetapi, coba perhatikan beberapa hal ini mengapa sebenarnya Anda tidak perlu membeli smartphone baru kalau sudah punya satu di tangan. Smartphone yang lama saja sebenarnya sudah cukup. Tanyakanlah pada diri sendiri beberapa hal ini

A. Fitur Smartphone Apa Yang Paling Banyak Dipakai

Boleh saya tebak. Whatsapp, Facebook, Google Plus, Video Player, dan tentu saja Kamera terutama yang bagian depan. Sekarang ditambah dengan aplikasi Grab Bike/Car atau Go-Jek.

Lalu fitur-fitur seperti Note, Google Drive, dan masih banyak lagi fitur smatrphone yang bahkan tidak pernah dipakai (atau bahkan tidak diketahui apa fungsinya).

Lalu, seberapa lebih cepat sebuah smartphone baru pada fitur-fitur tersebut dibandingkan smartphone Anda yang lama.

Jawabnya mungkin mengherankan, tetapi sebenarnya sama saja, atau supaya Anda tidak protes panjang, saya sebut hampir sama. Berbeda hanya sepersekian detik saja karena prosesor yang lebih mumpuni. Tetapi, apakah Anda bisa merasakan perbedaan yang sepersekian detik itu pada Whatsapp? Saya tidak yakin.

B. Megapixel bukanlah penanda kualitas

Ini bisa dikata sebuah misunderstanding yang sengaja dibiarkan. Salah satu bagian yang paling sering ditonjolkan adalah besaran mega pixel kamera yang dimiliki sebuah smartphone.Masyarakat pun sering menonjolkan besaran mega pixel sebagai penanda betapa berkualitas foto yang akan dihasilkan oleh smartphone yang dimilikinya.

Padahal kenyataannya tidak. Apalagi bila Anda penggemar fotografi, pasti sudah mengetahui fakta ini. Kualitas foto ditentukan oleh sensor yang dipergunakan dan bukan ukuran fotonya.

Ukuran mega pixel hanyalah ukuran , secara singkatnya, yang menandakan seberapa besar sebuah hasil foto bisa dicetak ke atas kertas. Semakin besar mega pixel, maka foto akan bisa dicetak atau diprint dalam sebuah kertas yang berukuran lebih lebar.

Padahal kebanyakan foto hasil jepretan smartphone, jarang sekali dicetak. Yang paling sering adalah langsung diunggah ke media sosial yang biasanya ukurannya diperkecil lagi.

Jadi untuk apa mega pixel-nya besar kalau kemudian diperkecil lagi.

C. Untuk Pecinta Selfie

Kategori ini memang mendapat perhatian khusus karena tidak jarang mereka mau mengeluarkan uang lebih asalkan dapat memiliki foto selfie yang berkualitas.

Berkualitas tentu saja tidak mungkin didapat dari kamera VGA 2 atau 5 MP yang sudah sangat “ketinggalan” zaman itu. Tidak keren hasilnya. Jadi tentu saja kehadiran Samsung Galaxy S7 dengan kamera depan yang mencapai 8 MP jelas akan memberikan sesuatu yang lebih. Belum lagi ditambah kameranya yang belakang yang mencapai 13 MP itu.

Harga Rp.8.999.000 juta tentu layak? Bukan begitu.

Yah. Whatever. Saya hanya bisa bilang kalau Anda sudah memiliki sebuah smartphone di tangan, daripada Anda membeli sebuah Sa,sung Galaxy S7 atau sejenisnya dengan alasan untuk menghasilkan foto selfie yang lebih bagus, lebih baik membeli sebuah kamera DSLR (Digital Single Lens Reflex) Canon EOS 650D/700D atau Nikon 5300D.

Lho? Ya karena semua jenis kamera DSLR itu sensornya sudah pasti lebih baik dibandingkan dengan Samsung Galaxy S7. Lensa DSLR jelas susah ditandingi lensa smartphone jenis apapun begitu pula sensor yang dipakainya.

Tapi tidak bisa untuk selfie? O ya maaf saya lupa untuk selfie. Juga saya lupa menyebutkan bahwa merk-merk yang saya sebutkan itu memiliki layar LCD yang istilahnya Vari-Angle alias bisa diputar ke berbagai arah. Jadi untuk selfie pun bukan masalah.

Harganya, silakan cek sendiri tetapi jelas di bawah Samsung merek ini. Bukankah kita juga dapat keuntungan memiliki sebuah gadget lain yang bisa untuk pengembangan hobi atau menghasilkan foto yang lebih baik.

Kalau masih bertanya ukuran mega pixelnya berapa, paling tidak 18 MP hingga 24 MP tergantung jenisnya. Jelas di atas 13 MP.

D. Bisa Email

Betulkah kita membutuhkan email? Kalau kita hanya bekerja di kantor, bukankah sudah tersedia komputer di kantor. Kalaupun mau membawa pekerjaan ke rumah, bukankah membawa laptopnya pulang jelas lebih baik karena data tersimpan disana?

Lalu untuk apa bisa menggunakan email ketika pekerjaan kita sifatnya statis?

E. Agar Bisa Menonton film

Ini sebuah alasan klasik. Manusia perlu hiburan bahkan di perjalanan. Jadi memiliki sebuah smartphone yang bisa menghadirkan hiburan berupa penayangan film akan membantu emngurangi kebetean.

Tidak dibantah.

Hanya kalau Anda setiap hari menggunakan Commuter Line/KRL Jabodetabek, betulkah Anda benar-benar bisa menikmati fitur ini. Penuh sesaknya penumpang sangat menyulitkan kita bahkan untuk mengeluarkan gadget Anda. Kalaupun bisa tidak terbayangkan untuk menonton atau bermain game sambil berusaha menyeimbangkan tangan.

Kalaupun Anda bisa, saya acungkan jempol untuk itu. Tidak kah Anda takut akan tangan jahil yang jelas sangat tergoda untuk mengambilnya? Kalau jawabannya tidak, pernah kah Anda sadar bahwa menonton film di sebuah kendaraan bergerak dan bergoyang di layar kecil juga bisa  mengganggu kesehatan mata?

Kalau tetap tidak khawatir? OK lah.. Anda menang.

Padahal jelas lebih enak nonton televisi di rumah , dengan layar yang lebih lebar dan juga tidak akan mengganggu kesehatan mata (jika tidka berlebihan menontonnya).

Itu hanyalah beberapa pertanyaan yang mungkin perlu Anda ajukan kepada diri sendiri. Pertanyaan-pertanyaan ini akan membantu Anda untuk menemukan jawaban terhadap sebuah pertanyaan sentral tadi, yaitu “Perlukah Kita Membeli Smartphone Baru?”

Kenapa penting menanyakan hal ini? Karena kita bisa memilah apakah memang “benar-benar butuh” atau hanya karena kita “merasa butuh”. Kalau hanya karena merasa butuh, padahal tidak bukankah sayang uang yang dipergunakan untuk membeli sesuatu yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Bukankah bisa dialokasikan untuk keperluan lainnya?

Bukankah begitu kawan?

+ posts