Bisakah Blogger Membuat Artikel Berkualitas? SAMA SEKALI TIDAK!

“Dua Puluh Tips Membuat Artikel Berkualitas”.

“Panduan Lengkap Membuat Artikel Berkualitas”

“Bagaimana Meningkatkan Kualitas Artikel Anda?”

Itu adalah judul-judul artikel yang bertebaran di blogosphere alias dunia ngeblog. Ribuan jumlahnya. Ditulis dalam berbagai bahasa.

Semua mengusung ide yang sama tentang menghasilkan yang namanya artikel “BERKUALITAS”. Mayoritas dari tulisan-tulisan tersebut seakan diri mereka ahli dalam membuat artikel berkualitas tinggi tentunya

Betulkah dengan mengikuti semua panduan, penjelasan, tip dan trik dari para blogger tersebut maka kita akan bisa menghasilkan artikel-artikel berkualitas, alias bermutu tinggi?

Sayang sekali mengecewakan Anda. Jawabnya, TIDAK, SAMA SEKALI TIDAK. Blogger tidak akan pernah bisa menghasilkan artikel-artikel berkualitas. Sama sekali tidak akan pernah.

Menyakitkan? Sangat. Hanya, itulah kenyataan yang harus diterima oleh setiap blogger.

Mengapa blogger TIDAK AKAN PERNAH menghasilkan artikel berkualitas?

1. Blogger adalah individu dan bukan sistem

Anda tahu sebuah merek mobil terkenal asal Inggris, Rolls Royce? 

Selain karena mahalnya dan juga gengsinya, mobil ini terkenal memiliki kualitas tinggi. Setiap pembelinya yakin akan mutu yang diberikan oleh perusahaan pembuatnya.

Kepercayaan masyarakat pembeli tidak didapat begitu saja. Kepercayaan tersebut dibangun oleh sebuah tim.

Tim tersebut paling tidak terdiri dari

  • Tim Produksi
  • Tim Manajemen
  • Tim Keuangan 
  • Tim Quality Control
  • dan tim lainnya

Rolls Royce tidak diproduksi oleh perorangan. Sebuah mobil yang diterima pembeli sudah menempuh berbagai proses dari meja desain hingga keluar dari jalur produksi.

Kesemua tim berperan dalam menghasilkan sebuah mobil yang memiliki daya tahan, keindahan, keamanan, dan kenyamanan. Setiap tim memiliki tugas khusus yang memiliki peran dalam hasil akhir.

Tanpa pembelian bahan yang tepat oleh tim pembelian tidak akan lahir sebuah mobil yang tahan banting. Tiadanya tim desain akan sulit untuk mewujudkan apa yang dikehendaki oleh khalayak pembeli. Absennya Tim Quality Control membuat sulit untuk memastikan standar minimum yang diberikan pada pembeli.

Kesemua bak ban berjalan memberikan sumbangsih kecil terhadap kelahiran sebuah mobil Rolls Royce.

Sekarang, kita coba ambil dua bagian utama yang paling berhubungan saja, tim produksi dan tim Quality Control

Dalam sebuah sistem produksi , tim produksi hanya menghasilkan berdasarkan panduan-panduan yang diberikan padanya. Kewenangan tim produksi akan berakhir ketika  produk yang dimau sudah selesai dan keluar dari jalur produksi.

Sekeluar dari jalur produksi, maka kewenangan berpindah kepada tim Quality Control. Tim produksi tidak akan diperkenankan lagi untuk ikut serta karena panduan dan standar antara kedua tim berbeda. 

Penilaian akhir apakah sebuah produk bisa lolos kualitas yang dimau akan berada di tangan tim ini. Bukan tim produksi.

Bandingkan dengan seorang blogger.

Ia menulis sendiri berdasarkan ide, nilai-nilai dan standarnya sendiri. Kesemuanya digali sendirian. Pada akhirnya setelah tulisan selesai, kemudian sang blogger melakukan “penilaian” sendiri terhadap hasil karyanya.

Bias. Itu satu kata yang mewakili.

Tidak mungkin seorang dapat menilai secara fair dan adil terhadap karyanya sendiri. Terdapat vested interest yang tidak bisa dipisahkan secara jelas. Keinginan agar tulisan tersebut segera terbit akan menjadi bayangan yang menutupi penilaian.

Itulah mengapa dalam proses produksi, tim Qualit Control tidak diperkenankan di bawah kendali yang sama dengan manajemen produksi. Jawabnya, untuk memastikan bahwa penilaian terhadap kualitas tidak dicampuri oleh keinginan agar sebuah hasil produksi diterima.

Kalau digabungkan dalam satu manajemen, kemungkinan besar adalah penilaian terhadap mutu akan dicampuri oleh keinginan untuk berproduksi sebanyak mungkin. Tidak akan lagi ada “kualitas” pada barang yang dikirim ke pelanggan.

Blogger tidak bisa mengatakan karyanya sendiri sebagai berkualitas ketika ia sendiri yang memproduksi dan kemudian melakukan penilaian. 

2. Masyarakat Pembaca Adalah Jurinya

Bahkan dengan adanya sistem produksi dengan berbagai tim tersebut, sebuah produk masih belum terbukti sebagai barang berkualitas atau bermutu.

Anda tahu kenapa?

Karena kualitas butuh pengakuan. Sebuah pabrikan bisa mengklaim bahwa barang yang diproduksinya adalah bermutu tinggi. Kecap akan selalu no 1, tidak akan ada yang mau disebut no 2.

Tetapi, ketika masyarakat tidak mengakui hal tersebut, maka klaim tersebut akan runtuh dengan sendirinya. Tidak akan ada kualitas tanpa pengakuan dari khalayak pembeli.

Anda mengaku ganteng, tetapi warga dimana Anda tinggal bilang bahwa wajah Anda jelek. Maka yang dipegang adalah suara mayoritas. Anda jelek.

Itu hak masyarakat dan bukan hak Anda.

Begitu juga dalam kasus blogger. Berkualitas atau tidaknya sebuah blog bukan ditentukan oleh bloggernya sendiri tetapi oleh masyarakat pembaca.

Sayangnya, sulit untuk mengukur kepuasan para pembaca di zaman internet ini. Mereka datang dan pergi sekehendak hatinya. Tidak ada yang bisa melarang.

Satu-satunya indikasi yang bisa menjadi patokan bahwa sebuah blog diakui “berkualitas” adalah jumlah pengunjung. Semakin banyak yang datang, semakin tinggi kualitasnya.

Ini pun berdasarkan asumsi bahwa banyak dari mereka yang kembali karena “menyukai” artikel berkualitas.

Ya, mereka adalah jurinya. Bukan Anda sebagai blogger. Anda tidak berhak untuk itu dan kalaupun Anda merasa berhak, masyarakat tidak peduli. Mereka memiliki hak mutlak untuk menilai.

Kalaupun Anda bilang tulisan Anda berkualitas no 1 di dunia, kalau masyarakat tidak mengakuinya, maka Anda harus menelan kata-kata sendiri. Tidak akan ada gunanya.

3. Kualitas Butuh Standar

Sebuah panci tidak akan bisa dibandingkan dengan mobil. Sepotong steak tidak akan bisa dibandingkan dengan ayam goreng. Tidak “apple to apple”.

Sebuah panci harus dibandingkan dengan panci yang terbuat dari bahan sejenis, dengan fungsi dan harga yang sama/mirip. Sepotong steak harus dibandingkan dengan steak lainnya dengan ketebalan dan ukuran yang sama, serta dimasak dengan cara yang sama.

Standar. Itulah kata kuncinya.

Untuk menilai berkualitas atau tidaknya sesuatu diperlukan sebuah standar untuk dibandingkan. Tidak akan bisa sebuah panci disebut berkualitas ketika tidak ada panci lain di sekitarnya.

Nah, bagaimana seorang blogger bisa mengatakan artikel yang dibuatnya berkualitas ketika standar tersebut tidak ada. Pernah dengar adanya standar dalam dunia blogging?

Jawabnya tidak. Tidak ada standar karena dunia blogging atau blogosphere bukanlah sistem. Dunia ini mengandalkan pada kebebasan berpendapat dan bukan terkekang dalam sistem.

Nah, sekarang kalau dibuat singkat

  1. Tidak memiliki sistem Quality Control
  2. Tidak memiliki hak untuk menilai dan bergantung pada masyarakat/khalayak pembaca
  3. Tidak memiliki standar

Jadi, bagaimana seorang blogger bisa menghasilkan karya “berkualitas”? Jawabnya TIDAK BISA dan TIDAK AKAN PERNAH BISA. 

KECUALI, masyarakat/khalayak pembaca mengakuinya. Sebelum pengakuan itu “ADA” maka semua tulisan atau artikel yang seorang blogger buat adalah nol kualitas. Tidak berkualitas.

O ya, Anda boleh mengklaim tetapi jangan lupakan poin ke 2, bukan Anda yang menilai. Penilaian akhir berada di tangan pembaca dan bukan di tangan Anda, atau saya, sesama blogger. Ini mutlak dan Anda tidak bisa merebut hal tersebut dan tidak seharusnya.

Nah pertanyaannya, lalu, ketika tulisan-tulisan Anda belum diberi label “BERKUALITAS” oleh pembaca, bagaimana bisa Anda mengajarkan dan memberi panduan kepada orang lain tentang cara membuat artikel berkualitas?

LUCU bukan? 

Jadi, ketika Anda menulis, sisihkan pemikiran bahwa Anda sedang membuat sebuah artikel “berkualitas”. Yang perlu Anda pastikan adalah membuat pembaca Anda senang, bahkan kalau bisa dapat mengambil manfaat darinya.

Biarlah urusan kualitas ada di tangan pembaca. Toh, kita, sebagai blogger tidak akan pernah bisa mengatur mereka dalam hal ini. Jadi, lupakanlah urusan membuat artikel berkualitas. 

Tulislah dengan semua kemampuan terbaik yang Anda miliki. Itulah tugas dan fungsi seorang blogger.

Apakah tulisan ini berkualitas? Don’t worry, kata orang bule. Saya tidak akan merebut hak itu dari Anda sebagai pembaca.

+ posts